Beranda | Artikel
Pengkultusan Kepada Kubur
Rabu, 7 Juni 2017

Segala puji dan syukur kita ucapkan pada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Selawat dan salam buat nabi kita Muhammad ﷺ yang telah menjelaskan tauhid dengan segala sendi dan cabang-cabangnya serta hal-hal yang membatalkannya.

Pada kesempatan kali ini kita ingin membahas tentang hal yang dominan dalam menyebabkan timbulnya kesyirikan di tengah-tengah umat manusia. Yaitu pengkultusan terhadap kuburan nenek moyang dan orang sholeh.

Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas t ketika menafsirkan firman Allah:

{وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا} [نوح/23]

“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr“.

“Ini adalah nama orang-orang sholeh dari kaum nabi Nuh alaihissalam. Tatkala mereka meninggal, setan mewahyukan kepada kaum mereka untuk membuat patung ditempat-tempat duduk mereka, lalu mereka namai dengan nama-nama mereka. Maka kaum mereka mereka melakukannya, pada ketika itu masih belum disembah. Sampai ketika mereka (orang-orang yang melakukan hal tesebut) meninggal disetai hapusnya ilmu lalu disembah”[1].

Diantra sebab-sebab yang membawa kepada pengkultusan kuburan:

  • Meninggikan kuburan melebihi dari satu jengkal.

Sebagian kaum muslimin saat penguburan mayat meninggikannya melebihi dari hal yang dibolehkan oleh agama. Hal ini mungkin karena belum mengerti tentang tuntunan agama mereka atau karena ada unsur lain seperti ingin menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia.

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ.رواه مسلم.

Dari Abu Hayyaaj Al Asady, ia berkata: berkata kepadaku Ali Bin Abi Tholib t: Maukah engkau aku utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah ﷺ untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau datarkan”.

عن ثُمَامَةَ بْنَ شُفَىٍّ قَالَ كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُودِسَ فَتُوُفِّىَ صَاحِبٌ لَنَا فَأَمَرَ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّىَ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا. رواه مسلم.

Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata: aku pernah bersama Fudhaalah bin ‘Ubaid di negri Romawi “Barudis”. Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka Fudhaalah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya. Kemudian ia berkata: aku mendengan Rasulullah ﷺ menyuruh untuk mendatarkannya”.

 

  • Menembok dan mencat kuburan.

Diantara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan. Disamping hal tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu yang tidak ada mamfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka anggap kuburan tersebut memiliki berkah dan sakti.

 

Rasulullah ﷺ telah melarangan dengan tegas menembok dan mencat kuburan dalam sabda beliau:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ)). رواه مسلم.

Dari Jabir t ia berkata: “Rasulullah ﷺ melarang mencat kubur, duduk di atasnya dan membangun di atasnya”.

Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits tersebut adalah umum sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan rumah untuk kuburan tersebut dengan biaya jutaan rupiah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang jahil masa sekarang.

Berkata Imam Syafi’i: “Aku melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut”[2].

Berkata Al Manawy: “Kebanyakan ulama Syafi’iyah berfatwa tentang wajibnya menghacurkan segala bangunan di Qarofah (tanah pekuburan) sekalipun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh sebagian penguasa”[3].

 

  • Membangunkan rumah untuk kuburan.

Sebagian orang ada pula yang membangunkan rumah untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. ini adalah salah satu bentuk pemubaziran dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal tersebut berasumsi bahwa simayat mendapat naungan dan nyaman dalam kuburnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali amalan sendiri, walau seindah apapun kuburan seseorang tersebut.

رأى ابن عمر رضي الله عنهما فسطاطا على قبر عبد الرحمن فقال انزعه يا غلام فإنما يظله عمله .

“Ibnu Umar melihat sebuah tenda diatas kubur Abdurrahman. Maka ia berkata: bukaklah tenda tersebut wahai Ghulam (anak muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya”[4].

  • Duduk dan makan di kuburan.

Bentuk hal lain yang merupakan sebagai jalan untuk membawa kepada pengkultusan kuburan adalah kebiasaan sebagaian orang mendatangi kuburan pada momen-momen tertentu. Seperti mau masuk bulan suci ramadhan, hari lebaran atau setelah panen. Mereka berbondong-bondong kekuburan dengan membawa tikar dan makanan. Lalu sesampai dikuburan membentangkan tikar dan duduk bersama-sama. Dilanjutkan dengan rangkaian acara tahlilan dan do’a setelah itu ditutup acara makan bersama. Jika hal tersebut kita timbangan dengan ajaran Islam yang dibawa Rasulullah ﷺ sungguh sangat bertolak belakang sama sekali. Jangankan untuk tahlilan dan makan bersama, duduk saja tidak boleh. Seperti sabda Rasulullah r berikut ini:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ  قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ « لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ ». رواه مسلم.

Dari Abu Hurairah t, telah bersabda Rasulullah ﷺ: “Sungguh salah seorang kalian duduk di atas bara api lalu membakar baju sehingga tembus kekulitnya lebih baik daripada ia duduk di atas kuburan”.

Kiranya sabda Rasulullah ﷺ di atas amat jelas bagi orang hatinya mau menerima nasehat. Adapun orang yang mata hatinya sudah ditutup Allah dari menerima petunjuk, niscaya ia akan berupaya mencari-cari alasan untuk menolaknya.

  • Membaca Al Qur’an di kuburan.

Sebahagian orang ada yang berpandangan adanya keutamaan membaca Al Qur’an ketika berziarah kubur seperti membaca Al Fatihah, surat Al Ikhlas atau sura Yaasiin dll. Bahkan ada yang menyewa orang lain untuk membaca dan khatam Al Qur’an di kuburan keluarganya pada hari-hari tertentu. Hal tersebut tidak pernah dianjurkan dalam agama ini. Yang dianjurkan ketika berziarah kubur hanyalah membaca do’a ziarah kubur. Berbeda dengan orang yang suka melakukan hal-hal yang baik menurut pikiran dan perkiraan mereka semata. Tetapi tidak baik menurut Allah karena hal tersebut melakukan ibadah yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama. Kalau seandainya hal tersebut baik pastilah Allah memerintahkannya kepada Rasulullah ﷺ dan para sahabat melakukannya. Apakah kita lebih tahu dari Allah tentang hal yang baik?

{قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ} [البقرة/140]

“Katakanlah: apakah kamu yang lebih tau atau Allah?”.

Adapun hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh sebagian orang dalam hal ini. Seperti hadits: “Barangsiapa yang mendatangi kuburan lalu membaca surat Yasin. Niscaya Allah akan meringankan azab terhadap mereka pada waktu dan akan menjadikan dengan bilangan hurufnya kebaikan[5] ini adalah hadits Madhu’. Demikian pula hadits: “Barangsiapa yang melewati kuburan maka ia membaca surat Al Ikhlas sebelas kali…”[6].

 

  • Sholat dan berdo’a di kuburan.

Keyakinan lainnya yang amat aneh adalah berpendapat bahwa sholat dan berdo’a dikuburan jauh lebih baik daripada di mesjid, bahakan berasumsi lebih cepat terkabul. Yang lebih celaka lagi adalah meminta kepada sipenghuni kubur. Ini sudah merupakan kesyirikan yang diperbuat oleh umat jahiliyah dulu. Jangan untuk sholat di kuburan, sholat mengarah kuburan aja sudah haram hukumnya. Artinya tidak boleh sholat di tempat yang di arah kiblatnya terdapat kuburan. Apalagi sholat ditempat yang dikelilingi kuburan. Diantara perbuatan dalam sholat adalah duduk, maka dudukpun dilarang di kuburan. Maksudnya di tempat tanah perkuburan, mekipun tidak persis di atas kuburan benar. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah ﷺ yang berbunyi:

عَنْ أَبِى مَرْثَدٍ الْغَنَوِىِّ  قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ « لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا ». رواه مسلم.

Dari Abu Martsid Al Ghanawy, telah bersabda Rasulullah ﷺ: “Janganlah kamu duduk di atas kuburan dan jangan pula sholat menghadapnya”.

Berkata Ibnul Qyyim: “Setan memiliki cara yang amat halus dalam menyesat manusia. Bertama ia mengajak untuk berdo’a di kuburan. Maka orang tersebut berdo’a dengan khusuk dan tunduk sepenuh hati serta merasa lemah tidak berdaya. Maka Allah mengabulkan permintaannya lantaran apa yang terdapat dalam hatinya bukan karena kuburan. Seandainya dia berdo’a seperti itu di tempat-tempat yang kotor sekalipun tentu Allah akan kabulkan do’anya. Lalu orang bodoh mengira bahwa itu adalah karena kuburan. Allah mengabulkan do’a orang yang dalam kesulitan sekalipun ia orang kafir…

Tidak berarti setiap orang yang dikabulkan do’anya lalu ia diridhai dan dicintai Allah perbuatannya. Sesungguhnya Allah mengabulkan do’a orang yang baik dan orang yang berdosa, orang mukmin dan orang kafir. Sebagian manusia  berdo’a dengan hal yang melampui batas dan sesuatu yang dilarang tetapi hal tersebut terbkabul, maka ia mengira bahwa perbuatannya tersebut baik”[7].

“Tatkala setan berhasil memperngaruhi manusia dengan berasumsi bahwa berdo’a di kuburan lebih baik daripada berdo’a di mesjid dan di rumahnya. Setan memindahkannya kepada tingkat yang berikutnya yaitu bertawasul dengan orang mati, hal ini lebih bahaya lagi dari hal yang sebelumnya”[8].

“Tatkala setan berhasil pula mempengaruhi manusia bahwa bertawasul dengan orang mati lebih cepat dikabulkannya permintaan. Setelah itu setan memindahkannya pada tingkat berikutnya yaitu meminta kepada orang mati itu sendiri. Kemudian menjadikan kuburannya sebagai sembahan dan tempat meminta. Lalu dinyalakan lampu disekelilingnya dan diberi kelambu dilanjutkan membangun mesjid di atasnya. Lalu shalat, tawaf, meciumnya serta berhaji dan menyembelih hewan di sisinya.

Kemudian berlanjut lagi pada tingkat berikutnya yaitu dengan mengajak manusia untuk menyembahnya dan menjadikannya sebagai tempat perayaan dan manasik. Mereka meyakini bahwa hal itu lebih bermamfaat bagi dunia dan akhirat mereka”[9].

 

  • Membangun mesjid dekat kuburan atau menguburkan mayat di pekarangan masjid.

Sebagian orang telah terjerumus kedalam kebiasan Ahli kitab, mereka membangun mesjid dekat kuburan orang-orang yang mereka anggap sholeh. Atau menguburkannya di perkarangan masjid.

Hal tersebut dengan tegas telah dijelaskan Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:

عن جُنْدَبٌ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ ﷺ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ «وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ ». رواه مسلم.

Dari Jundub, ia berkata: aku mendengar Nabi ﷺ bersabda lima hari sebelum beliau wafat: “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang sholeh mereka sebagai masjid. Ketahuilah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu”.

Dalam sabda beliau yang lain:

عن عائشة : أن أم سلمة ذكرت لرسول الله ﷺ كنيسة رأتها بأرض الحبشة يقال لها مارية فذكرت له ما رأت فيها من الصور فقال رسول الله ﷺ ( أولئك قوم إذا مات فيهم العبد الصالح أو الرجل الصالح بنوا على قبره مسجدا وصوروا فيه تلك الصور أولئك شرار الخلق عند الله ) متفق عليه.

Dari Aisyah bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah ﷺ sebua gereja yang ia lihat di nergeri Habsyah, yang diberi nama gereja Mariya. Ia menceritakan bahwa ia melihat lukisan di dalamnya. Lalu Rasulullah r bersabda: “Mereka adalah kaum yang bila meninggal seorang yang sholeh dikalangan mereka. Mereka membangun masjid di atas kuburannya dan mebuat lukisan-lukisan tersebut di dalamnya. Mereka adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah“.

Dari kedua hadits tersebut sangat jelas menegaskan tentang haramnya membangun masjid di atas tanah perkuburan. Barangsiapa yang melakukannya maka ia telah melanggar larang Rasulullah ﷺ sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Jundub t. Orang yang melakukannya adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah.

Bahkan Rasulullah ﷺ melaknat orang yang membangun masjid di atas tanah kuburan. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah dan Ibnu Abbas saat detik-detik terakhir dari kehidupan beliau di dunia ini:

عن عائشة وعبد الله بن عباس قالا لما نزل برسول الله ﷺ طفق يطرح خميصة له على وجهه فإذا اغتم بها كشفها عن وجهه فقال وهو كذلك (( لعنة الله على اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد )). يحذر ما صعنوا. متفق عليه.

Dari Aisyah dan Ibnu Abbas keduanya berkata: Tatkala Rasulullah ﷺ semakin merasakan sakit beliau menutup mukanya dengan bajunya. Apabila sakitnya agak berkurang beliau membuka mukannya. Dalam kondisi seperti itu beliau bersabda: “Laknat Allah lah di atas orang Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid“. Beliau memperingatkan terhadap apa yang mereka perbuat.

Diantara hikmahnya kenapa Rasulullah ﷺ mengatakan hal tersebut saat beliau akan wafat. Agar umat ini jangan meniru dan melakukan apa yang dilakukan orang Yahudi dan Nashrani tersebut. Kuburan para nabi saja tidak boleh dijadikan sebagai masjid, apa lagi kuburan selainnya.

Dalam riwayat lain Aisyah menyebutkan:

عن عائشة رضي الله عنها أن النبي ﷺ قال في مرضه الذي مات فيه ((لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مسجدا)) . قالت ولولا ذلك لأبرزوا قبره غير أني أخشى أن يتخذ مسجدا. متفق عليه.

Dari Aisyah bahwa Nabi bersabda dalam waktu sakit yang beliau yang wafat padanya: “Allah melaknat orang Yahudi dan Nashara karena menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid“. Berkata Aisyah: kalau bukan karena itu tentulah mereka (para sahabat) menjadikan di tempat terbuka kuburannya, melainkan aku takut akan di jadikan masjid.

Hadits ini adalah diantara hadits-hadits yang terakhir yang diucapkan Nabi ﷺ dalam hidup beliau. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang suka berdegil bahwa hadits tersebut mansukh. Kemudian Aisyah menyebutkan diantara hikmah dikuburnya Rasulullah ﷺ dalam rumah beliau, yaitu agar orang tidak mengkultuskan kuburan beliau.

Berkata Imam Nawawy: “Sesungguhnya larangan Nabi ﷺ dari menjadikan kuburannya dan kuburan lainnya sebagai masjid karena kekwatiran akan berlebih-lebihan dalam menganggungkan beliau dan timbulnya fitnah. Karena  hal tersebut bisa membawa kepada kekufuran sebagaimana telah terjadi pada kebanyakan umat-umat yang lalu”[10].

 

  • Bertawsul dan beristighatsah dengan orang sudah mati.

Ketika sebahagian orang Islam tidak mengindahkan berbagai nasehat Rasulullah ﷺ yang telah kita jelaskan di atas. Akhirnya setan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang membawa kepada kesyirikan. Sehingga sebagian orang telah memaknai lain terhadap kuburan. Mereka menjadikan kuburan sebagai mediator untuk berdo’a, mereka bertawasul dan beristighatsah dengan orang mati.

Pada hakikatnya bertawasul itu terbagi kepada beberapa bentuk. Ada yang dibolehkan dan ada pula yang dilarang. Yang dibolehkan adalah bertawasul dengan nama dan sifat-sifata Allah, bertawasul dengan amal sholeh dan bertawsul dengan do’a orang sholeh yang hidup lagi hadir. Yang dilarang adalah bertawasul dengan zat dan Jaah  orang sholeh, bertawasul dengan orang sholeh yang hidup tetapi tidak hadir dan bertawasul dengan orang sudah mati.

Sebahagian orang memahami bahwa kehidupan para nabi, orang mati syahid dan orang-orang sholeh di alam Barzah sama seperti kehidupan mereka di alam dunia. Dengan demikian mereka berasumsi bahwa nabi atau orang sholeh dapat mendengar do’a mereka. Oleh sebab itu ketika mereka ditimpa masalah, mereka  mendatangi kuburan para wali untuk dicarikan jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Ada yang minta jodoh, ada yang minta pekerjaan, ada yang minta dimudahkan usahanya, ada yang minta disembuhkan penyakitnya dan seterusnya.

Jangan setelah mati, sewaktu hidup saja para wali tersebut ngak bisa memberi apa yang mereka minta. Jika minta jodoh, diwaktu hidup saja walinya ngak dapat jodoh. Jika minta pekerjaan, diwaktu hidup aja walinya nganggur. Jika minta kekayaan, diwaktu hidup aja walinya ngumpulkan sedekah dari murid-muridnya. Jika minta disembuhkan dari penyakit, wali itu sendiri ngak mampu menyembuhkan penyakitnya samapai ia meninggal.

Kenapa kita tidak langsung minta pada Allah Yang Pengasih, Maha Pemurah, Maha Kaya lagi Maha dekat dan Maha sempurna dalam segala sifat-sifat-Nya yang mulia.

Adapun selain Allah adalah makhluk yang memiliki kekurangan dan kelemahan dalam berbagai segi. Ia tidak dapat mendengar dari jarak jauh, apalagi setekah mati. Jika ia memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang lain terbatas kwalitas dan kwantitasnya. Adapun Allah Yang Maha Kaya mampu memberi segala apa yang minta oleh hamba-Nya dan berapapun jumlanya.

Adapun kehidupan para nabi dan syuhada’ di alam barzakh adalah kehidupan yang amat jauh berbeda dengan kehidupan dunia. Tidak ada yang mengetahui tentang kondisi dan hakikatnya. Maka tidak tidak boleh diqiaskan antara kehidupan alam barzakh dengan kehidupan alam dunia ini.

Sebagaimana firman Allah:

{وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ} [البقرة/154]

“Dan akan tetapi kalian tidak menyadarinya”.

Artinya tidak mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya melalui panca indra kalian. Karena hanya Allah yang mengetahui hakikat kehidupan mereka para syuhada’ tersebut.

Tidak pernah kita temukan dalam kehidupan para sahabat bahwa mereka bertawasul dan beristighatsah dengan Nabi ﷺ apalagi dengan para shabat yang telah meninggal, bahkan diantara mereka yang meninggal tersebut ada yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah . Demikian pula jika kita melihat do’a-do’a mustajab yang diajarkan Rasululllah  kepada sahabat beliau tidak ada satupun yang berkontek tawasul dan beristighatsah dengan orang mati.

Jangan untuk mengetahui kebutuhan orang lain, kelanjutan dari perjalanan hidup mereka sendiri setelah mereka mati mereka tidak tahu kapan mereka dibangkitkan. Sebagaimana firman Allah:

وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ (20) أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ [النحل/20، 21]

“Dan orang-orang yang mereka seru selain Allah, tidak menciptakan sesuatu apapun, sedangkan mereka sendiri diciptakan! Orang-orang mati tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui bilakah mereka akan dibangkitkan”.

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ [النمل/65]

“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan”.

Adapun dalil-dalil yang menyebutkan tentang simayat dapat mendengar langkah orang mengantarkannya kekubur. Ini tidak menunjukkan bahwa ia mendengar lama-lamanya. Tapi hanya pada saat itu saja dan yang dapat ia dengar hanya suara langkah saja tidak semua apa yang ada di atas dunia. Kalau tidak demikian tentu mereka juga tersiksa dengan suara petir, hujan, angin kencang, suara bintang dan seranggga yang ada di sekitar kuburannya. Serta segala hal yang memekakkan di dunia ini.

Wallahu A’lam

 

Oleh : Dr.  Ali Musri Semjan Putra, M.A.

Follow Us :   Facebook Dr. Ali Musri Semjan Putra., MA (bisa ikuti kajian LIVE via Facebook)

Twitter @Ali_Musri_SP | Instagram @ali_musri_semjan_Putra

 

[1]  Lihat “Shohih Bukhary”: 4/1873 (4636).

[2]  Dinukil Imam Nawawy dalam “syarah muslim”: 7/27.

[3] Lihat “Faidhul Qodir”:  6/309.

[4]  Lihat “Shohih Bukhary”: 1/457.

[5]  Lihat: “As  Silsilah  Adh Dho’ifah”: 3/397 (1246).

[6]  Lihat: “As  Silsilah  Adh Dho’ifah”: 3/452 (1290).

[7]  Lihat: “Ihgatsatullahfaan”: 1/215.

[8]  Lihat: “Ihgatsatullahfaan”: 1/216.

[9]  Lihat: “Ihgatsatullahfaan”: 1/217.

[10]  Lihat “Syarah Nawawy”: 5/13.


Artikel asli: https://dzikra.com/pengkultusan-kepada-kubur/